Detergent machine


BAB II
LANDASAN TEORI
2.1      Latar Belakang
Deterjen merupakan pembersih sintetis yang terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air.
Salah satu builder yang paling banyak dimanfaatkan di dalam deterjen adalah  phosphate. Sebagai softener, phosphate memegang peranan penting dalam produk deterjen  karena mampu  menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium  dan  magnesium. Berkat aksi softenernya, efektivitas dari daya cuci deterjen meningkat. Phosphate yang biasa dijumpai pada umumnya berbentuk Sodium Tri Poly Phosphate (STPP). Phosphate tidak memiliki daya racun, sebaliknya merupakan salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan mahluk hidup. Pemakaian phosphate yang terlalu banyak dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara eutrofikasi yang berlebihan di badan air, sehingga badan air kekurangan oksigen akibat dari pertumbuhan algae (phytoplankton) yang berlebihan yang merupakan makanan bakteri. Populasi bakteri yang berlebihan akan menggunakan oksigen yang terdapat dalam air sampai suatu saat terjadi kekurangan oksigen di badan air dan pada akhirnya justru membahayakan kehidupan mahluk air dan sekitarnya (Hansen, 1994).
Di beberapa negara, penggunaan phosphate dalam deterjen telah dilarang (standar baku mutu kadar limbah cair deterjen di Indonesia < 2 mg/l). Sebagai pelopor penggunaan produk deterjen non phospate, mitra kerja dalam program Teknologi Terapan Terpadu ini telah mengembangkan penggunaan  zeolite dan citrate yang lebih ramah lingkungan sebagai builder dalam deterjen.
Pada umumnya, deterjen mengandung bahan-bahan berikut (FMC Corporation):
1.      Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan.
2.      Builder (Permbentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air.
3.      Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas.
4.      Additives adalah bahan suplemen / tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dst, tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk.


2.2            Proses Pencampuran Detergen Bubuk
Proses pencampuran dimaksudkan untuk membuat suatu deterjen yang mempunyai tingkat homogenitas yang tepat.. Kegiatan ini melibatkan berbagai jenis alat pencampur atau mixer (Wirakartakusumah,  1992).
Secara garis besar, proses pencampuran dibagi menjadi 2  yaitu : Emulsifikasi dan Homogenisasi. Menurut Wirakartakusumah (1992), emulsifikasi adalah proses pembentukan suatu campuran yang berasal dari 2 fase yang berbeda. Umumnya ditambahkan komponen ketiga yang berupa emulsifier untuk mempertahankan stabilitas emulsi. Ada dua bentuk jenis emulsi air dalam minyak, atau lemak atau minyak dalam air. Emulsifier bekerja dengan jalan menurunkan tegangan permukaan diantara dua fase, dan dengan demikian mendispersikan aglomerat yang kemungkinan terbentuk hingga menimbulkan efek homogenisasi yang lebih baik. Stabilitas emulsi penting pada sebagian besar bahan pangan berbentuk emulsi seperti susu, es krim, cream, pudding, dan sosis.
Keseragaman derajat campuran pencampuran, dalam diukur dari sampel yang diambil selama pencampuran, dalam hal ini jika komponen yang dicampur telah terdistribusi melalui komponen lain secara random (acak), maka dikatakan pencampuran telah berlangsung dengan baik. Berdasarkan hal ini, maka dapat digunakan suatu prosedur statistik untuk mengetahui derajat pencampuran.
Campuran adalah materi yang terdiri atas dua macam zat atau lebih dan masih memiliki sifat-sifat zat asalnya. Jika kita mencampur minyak dengan air, terlihat ada batas diantara kedua cairan tersebut. Jika kita mencampur air dengan alkohol, batas antara kedua cairan tersebut tidak terlihat. Minyak dan air membentuk campuran heterogen. Campuran heterogen adalah campuran yang tidak serba sama, membentuk dua fasa atau lebih, dan terdapat batas yang jelas di antara fasa-fasa tersebut. Alkohol dan air membentuk campuran homogen. Campuran homogen adalah campuran yang serba sama di seluruh bagiannya dan membentuk satu fasa,  (Wirakartakusumah, 1992).
Homogenisasi adalah operasi ganda penurunan droplet (ukuran partikel) dari fase terdispersi dan sekaligus mendistribusikannya secara uniform ke dalam fase kontinu. Jika fase terdispersi ini adalah liquid, maka yang diperoleh adalah emulsi setelah homogenisasi, dan jika solid yang dihasilkan adalah suspensi. Untuk menghomogenisasi suatu campuran , maka campuran tersebut haruslah mempunyai konsistensi yang mudah untuk diperlakukan seperti fluida, karena homogeniser umumnya dilengkapi dengan pompa (Wirakartakusumah, 1992).
Pencampuran bahan-bahan cair sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat bahan cair, seperti viscositas, kerapatan, jenis alat pencampuran, dan energi yang dibutuhkan untuk menggerakkan propeller, impeller, atau blade (Fellows, 1988).
Dalam melakukan pencampuran dibutuhkan kecepatan dari suatu alat pencampur. Kecepatan komponen-komponen cairan yang dicampurkan disebabkan oleh pengadukan, dan kecepatan pengadukan tersebut terdiri dari : (1). Kecepatan radial yang berfungsi sebagai arah ke pengaduk, (2). Kecepatan longitudinal, paralel dengan pengaduk, dan (3). Kecepatan rotasional, tangensial ke pengaduk. Tenaga   motor   pengaduk   sangat tergantung kepada sifat bahan pangan, jumlah konsistensi bahan pangan yang dicampur, posisi, jenis, kecepatan, dan ukuran impeller.
Untuk mencapai kesempurnaan pencampuran, kecepatan radial dan longitudinal yang diberikan dalam proses pencampuran semaksimum mungkin dengan cara menempatkan baffle pada tangki pencampur, menempatkan pengaduk pada posisi off-centre atau pengaduk dengan posisi miring pada sudut tertentu.
Derajat pencampuran dapat dikarakterisasi dari waktu yang dibutuhkan, keadaan produk atau bahkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk melakukan pencampuran. Derajat keseragaman pencampuran diukur dari sampel yang diambil selama pencampuran, jika komponen yang dicampur telah terdistribusi melalui komponen lain secara random, maka dikatakan pencampuran telah berlangsung baik.
Faktor-faktor  yang  mempengaruhi  pencampuran   antara  lain adalah: ukuran  partikel, bentuk,  dan  densitas  dari  masing-masing  komponen,   efisiensi alat pencampur untuk masing-masing komponen, kadar air permukaan bahan pangan, dan karakteristik aliran masing-masing bahan pangan (Fellows, 1988).
Sedangkan proses pencampuran bahan baku pembuatan bubuk deterjen pada mitra usaha mensyaratkan pencampuran pada putaran tinggi karena semua bahan baku sudah berupa bubuk yang mudah menggumpal.
Pencampuran ini terjadi pada mesin mixer dengan proses pencampuran yang dilakukan dengan menggunakan variabel volume,  kecepatan putaran, serta bentuk dan tipe  blade. Sehingga diharapkan dengan variael tersebut didapatkan proses pencampuran yang homogen.
Laurent.B.F.C, 2000, meneliti mixer silindris horizontal untuk bubuk (powder) dengan diameter 270 mm dan panjang 650 mm dengan single long flat blade dengan tingkat pengisian bervariasi antara 20 dan 70% dan kecepatan yang digunakan bervariasi antara 20 dan 45 rpm. Koefisien penyebaran maksimum terjadi pada  tingkat pengisian 40%.


Gambar 2.1 Mixer silindris horizontal
Gambar 2.2 Root mean square of the radial displacement RMSr after one blade rotation
Namun seiring berkembangnya waktu dan perkembangan tekhnologi AVA-Huep GmbH u. Co. KG, mengembangkan mixer untuk bahan bubuk (powder) berbentuk kerucut terbalik dengan penghasut single atau double helix. Keuntungan pemakaian mixer jenis ini adalah resiko terjadinya kontaminasi kecil, intensitas pencampuran dapat diatur, mudah dibersihkan dan dirawat. Mixer ini dapat berfungsi sebagai pengering (dryer) dan evaporator. Namun dalam penganalisaan yang akan kami lakukan menggunakan jenis mixer tegak lurus horizontal dengan sudut 30°.




2.3      Karakteristik  Peralatan Mixing
Prinsip kerja yang digunakan pada mixing ( pengadukan ) adalah sistem Mixing  ( pengadukan ) dengan bantuan model bentuk Blade yang diputar dengan menggunakan  motor listriik. Bahan-bahan detergen yang akan dikombinasikan dimasukkan ke dalam bak pengaduk, sehingga didapati proses mixing ( pengadukan ) pada bak pengaduk.
Pada proses pencampuran. Dikenal berbagai alat pencampur atau mixer. Peralatan tersebut dapat dibagi atau diklasifikasikan dalam beberapa kategori antara lain : Berdasarkan jenis bahan yang dicampur yaitu alat pencampur liquid (liquid mixer), alat pencampuran granula (powder and particles mixer), dan alat pencampur pasta (dough and paste mixers), dan berdasarkan jenis agitator, double cone mixer, ribbon blender, planetary mixer, propeller mixer.
Prinsip percobaan pencampuran adalah berdasarkan pada peningkatan pengacakan dan distribusi dua atau lebih komponen yang mempunyai sifat yang berbeda. Derajat pencampuran dapat dikarakterisasi dari waktu yang dibutuhkan, keadaan produk atau bahkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk melakukan pencampuran.
Proses mixing dilakukan agar pencampuran bahan-bahan deterjen yang akan dibuat dapat diketahui dengan pasti antara komposisinya dan kapasitas pada waktu proses pengadukkan berjalan.
Untuk menentukan jenis dari alat pencampur tergantung pada jenis bahan yang akan di campurkan (cairan, padatan, atau gas), kecepatan alat yang diinginkan serta kekentalan dari suatu bahan tersebut. Alat pencampur ini dikelompokan menurut kekentalan  yaitu :
a.     Alat pencampur untuk bahan cair yang memiliki viskositas yang
rendah-sedang,
b.     Alat pencampur untuk bahan cair yang memiliki viskositas tinggi dan
pasta,
c.     Alat pencampur untuk tepung yang kering atau padatan  (Fellows,
1999).
Alat pencampur jenis propeller adalah jenis alat yang paling baik digunkan untuk bahan yang memiliki viskositas tinggi (pasta). Alat ini terdiri dari tangki silinder yang dilengkapi dengan propeller/blades beserta motor pemutar. Bentuk propeller, impeller, blades didesain sedemikian rupa untuk efektifitas pencampuran dan disesuaikan dengan kepadatan bubuk detergen. Pada jenis alat pencampur ini diusahakan untuk dihindari tipe aliran monoton yang berputar melingkari dinding tangki yang sangat kecil konstribusinya terhadap pengaruh pencampuran. Untuk itu kadang-kadang propeller harus diputar sedikit hingga persis simetris terhadap dinding tangki, penambahan sekat-sekat (baffles) pada diding tangki juga dapat menciptakan pengaruh pengadukan, namun menimbulkan masalah karena sulit dibersihkan (Brennan, 1974).
Karena alat yang digunakan adalah jenis alat propeller maka untuk mencari nilai Np (Power Number) menggunakan kurva 4, dimana sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu nilai NRe (Bilangan Raynold). 
Bilangan Reynold dapat dirumuskan sebagai berikut :
Nre = Da2 . N. ρ camp
      µ camp
Dimana Da adalah diameter impeller (agitator) dengan satuan m, N adalah kecepatan pemutaran dengan satuan rev/s,  ρ adalah kerapatan fluida dengan satuan kg/m3, dan µ adalah viskositas dengan satuan kg/m.s. NRe< 10 maka alirannya laminer, jika  NRe > 104 maka alirannya turbulen dan untuk nilai NRenya diantara 10 dan 104 maka alirannya adalah transisi (Geankoplis, 1997).
Power Number bergantung pada kerapatan cairan (ρ), kekentalan fluida (µ), kecepatan pemutaran (N), dan Da adalah diameter impeller (agitator), dengan menghubungkan nilai Np dan nilai NRe, dimana P adalah daya dengan satuan J/s atau lt.lbr/s (Geankoplis, 1997).
Campuran bahan-bahan penghasil detergen tadi dihomogenkan dengan melakukan berbagai macam percobaan penggantian jenis blade sehingga tampilan campuran detergen terlihat homogen.